INSPIRASI SYARIAH: Cerpen
Tampilkan postingan dengan label Cerpen. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cerpen. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 19 Juli 2014

TEMBANG UNTUK KEKASIH



Tembang Untuk Kekasih- Cerpen ini terbit di Harian Borneo Tribune. Oleh : Abdul Hamid
Hari ini keponakanku genap berusia
satu tahun. Aku dan istriku di undang untuk datang lebih awal di acara gunting rambut anak sulungnya, Alif Fikri. Si sulung itu saat ini sedang lucu-lucunya. Alisnya tebal seperti semut beriringan. Hidungnya mancung, jauh berbeda dengan ibunya yang pesek. Dia lahir tepat pada tanggal 17 Rajab tahun lalu. Persalinannya terbilang singkat. Saat itu adikku yang hanya kebelet ingin pergi buang air besar ke toilet kaget bukan kepalang ketika melihat sebuah kepala keluar dari mulut rahimnya. 

Senin, 24 Februari 2014

AMING


foto ; rasa stroberi

Cerpen Karya : Abdul Hamid
Orang-orang di rumahku gempar ketika Aming kembali lagi. Aku juga terkejut dan tidak mempercayainya. Ah,.. mana mungkin dia bisa hidup kembali. Aku tidak percaya. Pasti bukan dia. Dia sudah mati. Kalaupun dia masih hidup, dia tidak akan kembali lagi ke sini.
Waktu aku mengungsikan dia ke pasar, tubuhnya sudah lunglai. Badannya kurus tinggal tulang. Dari  mulutnya keluar air nanah tanpa henti. Dia tidak mampu lagi berdiri, apalagi berlari. Kuperkirakan dia hanya bisa bertahan hidup dua hari. Setelah itu dia akan mati.
***

Selasa, 11 Februari 2014

SEPOTONG KUE KERANJANG


Cerpen Karya : Abdul Hamid
FOTO: internet

Sebentar lagi, Bis yang aku tumpangi dari Kota Khatulistiwa memasuki Kota Seribu Kelenteng.  Aku menarik tas ransel yang di selipkan di belakang kursi. Sejurus kemudian, aku mengirim pesan singkat kepada sahabatku. Iya, sebentar lagi saya sampai ke terminal jemput kamu.” Begitu bunyi balasan pesan singkat di inbox.
Aku bergegas bangun sebagaimana penumpang yang lain begitu bis berhenti. Sebuah tas ransel langsung menempel di pundakku. Beberapa tukang ojek langsung mengerumuni aku dan penumpang bis yang lain. Mereka menyerocos menawarkan jasa kuda besinya. Aku menggeleng. Mataku mencari sosok seorang perempuan yang sudah berjanji menjemputku.
“Hey,.. aku di sini”. Seorang perempuan berkulit putih, ber wajah oriental melambaikan tangan nya.  Aku menyambangi perempuan yang aku yakini dia adalah Noveria, sahabatku.
“Aku kira kamu gurau, gak tau nya kamu serius datang ke sini.”
Kamu ini gimana, Aku kan serius rindu sama kamu”
Ah, dasar gombal. Rayuan maut mu tuch, gak mempan.” Dia tertawa sambil menyodorkan helm kepadaku. Aku tersenyum lalu naik keatas motor matic nya.

Jumat, 07 Februari 2014

KUPU-KUPU DI BUKIT ROBAN

Kegiatan tadabbur alam oleh BEM fakultas MIPA mengantarkan aku ke tempat wisata alam yang sedang menjadi tranding topic di media sosial, Twitter.  Bukit Roban, begitu orang-orang di Kota Amoy menyebutnya.
Pemandangan asri dan udara yang sejuk seperti tuan rumah yang ramah menyambut kedatangan tamunya. Kicauan burung, pepohonan rindang, kupu-kupu yang berterbangan dan semilir angin yang berhembus seolah ingin berbicara kepadaku bahwa “negeri ini adalah negeri penggalan surga”.

Minggu, 01 Desember 2013

KUNCIR TOGA

(Cerpen ini di ikutkan dalam lomba Majalah De Teens. Terbit di harian Borneo Tribune Edisi minggu 24 November 2013).
“Wisudawan berikutnya. Memet Alfikri, Sarjana Ekonomi. Namaku bergaung-gaung keluar dari sound besar aula. Aku menoleh ke kursi belakang. Ibu tersenyum lebar sambil mengangguk-angguk. Aku maju kedepan kemudian menaiki podium dengan penuh percaya diri. Dengan sedikit membungkukkan badan. Pak Rektor tersenyum lebar, lalu memindahkan kuncir togaku ke sebelah kanan. Konon, Kuncir toga yang awalnya berada di sebelah kiri bermakna lebih banyak otak kiri yang kita gunakan semasa kuliah. Maka dengan dipindahkan ke sebelah kekanan, para wisudawan tidak hanya menggunakan otak kiri saja setelah lulus kuliah. Filosofi lainnya yang aku baca dari beberapa buku, kuncir toga melambangkan tali pita pembatas buku. Dengan pindah tali, para sarjana terus membuka lembaran buku supaya ilmunya tidak stagnan.
Jepret,.. terdengar bunyi Kamera DSLR disertai kedipan lampu blitz menangkap moment bersejarah itu. Sejurus kemudian, giliran Pak Dekan yang menjabat tanganku dengan erat sambil menyerahkan sebuah map berwarna orange, berisi ijazah.

Rabu, 17 Juli 2013

TAMAN SURGA

Cerpen Karya : Abdul Hamid
Entah angin apa yang membawa aku ke sebuah mushola di pinggiran jalan  Dalam Bugis itu? Tiba-tiba saja dalam perjalanan pulang, selepas mengantarkan pacarku pulang kerumahnya. Terbesit didalam hatiku untuk solat magrib. Padahal sudah lama rasanya kakiku ini tidak berpijak di lantai mushola. Apalagi bersujud di waktu senja kembali keperaduan-Nya.
Hari-hari hanya aku penuhi dengan makian didalam hati kepada kedua orang tua pacarku yang tak kunjung memberikan restu kepada kami untuk menikah. Konon, ketidakmauan mereka memberikan restu karena aku berbeda suku dan status sosial dengan mereka. Maka aku semakin kecewa dengan ‘takdir’ Tuhan yang melemparkan keluargaku kedalam lumpur kemiskinan. Apalagi, kehidupan di perkotaan sering menempatkan orang miskin kedalam kelas sosial paling bawah. 

Selasa, 02 Juli 2013

Si Mata Malaikat

Foto Internet
Cerpen Karya : Abdul Hamid

(Cerpen ini dimuat di Harian Borneo Tribune, Minggu 30 Juni 2013) Sudah lebih dari seminggu aku dan beberapa warga gang Buntu tidak bisa tidur malam dengan nyenyak.  Ayam-ayam jantan pak Mardun selalu berkukuk ribut bersahutan di balik dinding papan kamarku yang kebetulan bersebelahan dengan kandangya.
Dua  minggu yang lalu, Pak Mardun kedatangan kiai Mustofa.  Kiai dari kampung Madani yang dikenal wara’ dan memiliki kemampuan membaca tanda-tanda. Setelah dikunjungi kiai Mustofa,  keesokan harinya lima ekor ayam jantan berwarna putih polos memenuhi kandang ayam Pak Mardun. Ayam- ayam jantan tersebut dibeli dari murid kiai Mustofa yang kebetulan ikut mendampingi sang kiai ketika berkunjung kerumah pak Mardun.

Jumat, 14 Juni 2013

PEREMPUAN PENGHIAS MALAM

Cerpen Karya : Abdul Hamid
Foto Internet
(Cerpen ini dimuat di Borneo Tribune, Edisi Selasa 11 Juni 2013) Rambutnya berkilau terkena sinar lampu. Jari – jemarinya di cat dengan pink merona. Mulutnya sedikit menganga, kemudian dia mengolesi bibirnya dengan lip gloss agar bibirnya terlihat basah dan tampak lebih seksi, tangannya beralih ke blush on dan memulas kedua wajah cantiknya. Ia menengok jam tangan mewah yang menempel dipergelangan tangan nya. Pukul 20.00. Sudah waktunya bekerja. Disaat orang-orang disekeliling kontrakan nya pulang dari tempat kerja. Devi baru bersiap untuk berangkat kerja.
Di belakang gedung perkantoran dan Mall Kota Tugu,  tepatnya di sebuah sudut gang sempit itu Devi tinggal. Sudah setengah tahun dia mengontrak sebuah rumah minimalis yang ia diami bersama teman kuliahnya, Santi. Seorang teman yang telah mengubah kehidupan Devi, dari gadis desa menjadi gadis metropolitan.

Sabtu, 18 Mei 2013

DOA DI UJUNG SENJA



Cerpen Karya : Abdul Hamid

Foto Pesawat Air Asia
(Cerpen ini dimuat di Harian Borneo Tribune). Sore itu aku duduk di ruang tunggu Bandar Udara Supardio Kota Raya. Mataku menatap pesawat yang landing dan take off silih berganti di landasan pacu. Hatiku diliputi rasa penasaran, karena pesawat yang akan aku tumpangi menuju Negara Kuala Lumpur mengalami delay selama satu jam. Ini adalah pengalaman pertamaku bisa terbang ke luar negeri. Dulu, aku hanya bisa bermimpi terbang mengelilingi Pulau Borneo dengan pesawat yang sering melintas diatas kepalaku di penghujung senja.

Selasa, 23 April 2013

PEMUJA DAGING


Cerpen Karya : Abdul Hamid

Lukisan Gus Mus
“Jika hidupmu ingin bahagia, jangan jadi pemuja daging”.  Aku termenung diatas awan meresapi pesan Kiai Mustofa.
Siang itu pesawat Boing 737 seri 400 yang aku tumpangi dari Supadio mendarat Bandara Internasional Monas  dengan selamat. Cuaca sangat cerah selama satu jam lebih penerbangan. Aku bernafas dengan lega setelah turun dari pesawat. Akhirnya, sampai juga aku di Ibukota Negara yang selama bertahun-tahun aku hanya bisa melihat dari tayangan televisi ukuran 14 inc di rumahku.

Senin, 04 Maret 2013

MENANTI FAJAR



Foto Internet
Oleh : Abdul Hamid
(Cerpen ini dimuat di Harian Borneo Tirune Edisi Sabtu, 2 Maret 2013) Sinar matahari yang menerabas masuk melalui sela-sela jendela kamar kostku, membuat aku terbangun dari tidurku. Aku menggeliat, menyingkap selimut yang menutupi separuh tubuhku. disebelah kiri  istriku masih tertidur dengan pulas. Meskipun aku tidak membelikan kasur baru sebagai  hantaran pernikahan, Ia tetap menjadi istri yang baik dengan setia menemaniku  tidur beralaskan tikar karpet.  Ia tampak cantik dengan baju tidur warna pink kesukaanya. Aku mencium keningnya lalu membelai rambutnya yang panjang. Matanya berkedip-kedip dan dengan rasa malas ia menarik selimutku. Dia terlihat kelelahan setelah menyerahkan dirinya menjadi lempung ditangan seorang pematung selama separuh malam.

Jumat, 21 Desember 2012

LELAKI PEMBAWA PESAN


Cerpen Karya : Abdul Hamid

Kaligrafi,..
Kata itu menyentakkanku dari tidur siangku di ruang tamu rumah. Aku terbangun oleh suara lantang lelaki itu yang rupanya sudah berdiri di halaman rumah. Teriknya matahari menyenter wajahnya dengan jelas. Ia berdiri dengan memikul kaligrafi di kedua bahunya.
“Kaligrafi mas,..”
Ia mungulangi ucapannya untuk sekedar menawarkan barang bawaan nya.
Aku beranjak dari ruang tamu. “Maaf pak, lagi gak ada uang untuk membeli kaligrafi semewah ini.” Aku mencoba menolak tawarannya seraya memandangi tulisan kaligrafi kuning keemasan. Berkilau layaknya emas 24 karat. Tulisan surah Al-Waqi’ah dan satunya lagi surah Ar-Rahman. Dua Surah yang sudah jarang aku baca karena sudah jarang solat duha. Bingkai yang terbuat dari kayu jati menambah kesan mewah kaligrafinya. Aku tidak berani berbasa- basi untuk sekedar menawarnya. Karena, aku memang belum mampu membeli kaliragrafi semewah itu. Pasti harganya mahal. Lagipula mau ditaruh dimana? Kaligrafi itu pantas untuk dipajang di rumah mewah, kurang cocok dipajang di rumahku yang sudah lapuk dimakan usia. Dinding dan lantai rumahku terbuat dari papan dengan atap daun sagu yang sudah mulai bocor jika hujan lebat. Diruang tamu, hanya potongan kalender foto Kiai Sahal Mahfudz, satu-satunya penghias dinding ruang tamu.  

Minggu, 09 Desember 2012

GERIMIS DI SENJA MUHARRAM

Foto Internet
(Cerpen ini dimuat di Harian Borneo Tribune, Jum'at 7 Desember 2012) Cuaca sore ini tidak secerah hari kemarin. Sejak tadi siang, mendung masih menggantung di langit Kota Khatulistiwa. Langit seakan- akan ingin menyambut hari pertama di bulan Muharram dengan sendu. Perlahan, Gerimis mulai berjatuhan.
“Sore yang dingin. Enaknya masak mie instan rebus ya.” Ujar lelaki itu sambil memasang bajunya dan berdiri di jendela kamar. Aku tidak menjawabnya, hanya diam menatap wajahnya sambil meringkuk setengah telanjang di dalam selimut. Aku merasa malu pada sikapku sendiri yang dengan mudah menyerahkan mahkotaku untuk yang kedua kalinya. Entah kenapa, aku merasa ingin memiliki dia seutuhnya?
“Gimana? Lapar ni.” Lelaki itu membujuk ku seraya memegang ke perutnya. Memberi isyarat kalau dia lagi lapar. “Ada mie rebus di dapur. Abang kan pandai masak mie rebus.” Jawabku.
Lelaki itu beranjak dari hadapanku sambil menggelengkan kepala. Dia tahu dan sangat paham dengan sikapku yang sedikit pemalas dan manja.

Minggu, 02 Desember 2012

Dua Tusuk Sate



Cerpen Karya : Abdul Hamid

Foto Liza's kitchen
(Cerpen Ini di muat di Harian Borneo Tribune pada tanggal 30 Nopember 2012) “Lebaran kali ini kita tidak boleh menerima daging kurban. Jadi Ibu sudah menyisakan sebagian daging ayam untuk dibuat sate besok. Kamu tak usah mengambil jatah daging meskipun kamu jadi panitia kurban.” Pinta ibu seuasai berbuka puasa sunah. Aku mengangguk, meski sebenarnya hatiku masih terasa berat. Bagaimana aku menjaga perasaan kedua sahabatku?. Kemarin aku sudah merencanakan ingin mengundang mereka berdua untuk makan sate bersama di rumah.
Bahkan, tadi sore seoarang sahabatku yang tinggal di ujung Desa Madani mengirim pesan singkat. Dia akan datang kerumah besok pagi setelah solat. “Besok pagi aku mau kerumahmu dengan Abi. Aku mengajak dia makan sate bersama di rumah mu. Tolong disiapin ya boy.”  Pesan singkat Amin yang masuk di telepon selulerku. Aku hanya menjawab dengan dua kata. “Datang saja.”
Dua sahabatku yang sama-sama tinggal satu kost itu memang selalu datang kerumah di setiap lebaran kurban. Mereka tahu kalau aku selalu jadi panitia pembagian daging kurban. Ketajaman hidungnya dalam mengendus aroma sate memang tidak diragukan lagi.

Kamis, 22 November 2012

SEMILIR RINDU DI MUSIM HAJI



Cerpen Karya : Abdul Hamid

FOTO DediTG
Setetes air jatuh tepat mengenai hidungnya. Dua, tiga, dan beberapa tetesan lain menyusul. Perempuan itu menengadah kelangit Madani disenja yang tiris. Segera dia beranjak dari ladang gambut yang baru sebulan ditanami padi.
“Berteduh dulu bi, hujannya mulai deras.” Salah satu tetangganya memanggil. Rintik hujan yang semakin rapat membuat perempuan itu memutuskan untuk berteduh kesebuah rumah yang dekat dengan ladangnya.
“Tak terasa ya sekarang sudah memasuki musim hujan.” Ujar perempuan itu seakan ingin membuka pembicaraan dengan tetangganya yang berbaik hati mengajak dia berteduh di teras rumahnya.
“Iya bi, sekarang kan sudah masuk musim haji, jadi pasti hujan hampir tiap hari.” Balasnya santai. Seketika mulut perempuan itu terkunci. Mendengar musim haji tubuh perempuan itu terasa dingin sedingin semilir angin yang berhembus disore itu.

Senin, 17 September 2012

SEHELAI SARUNG DARI SENANGI


Ilustrasi
Oleh : Abdul Hamid
(Cerpen ini di muat di Harian Borneo Tribune, Jum'at 7 September 2012) 
Hari ini adalah hari terakhir berpuasa. Jika dalam laporan tim pemantau hilal kementrian agama dalam sidang isbat nanti malam sudah melihat hilal, maka pemerintah akan menetapkan  esok  sebagai 1 syawal.
Kata anakku, kalau hilal sudah terlihat dua derajat atau lebih di beberapa wilayah nusantara, Pemerintah pasti menetapkan hari minggu besok sebagai 1 syawal. Itu berarti puasa kali ini hanya dua puluh sembilan hari bukan tiga puluh hari seperti tahun lalu.
Aku membayangkan suara takbir menggema hingga seantero negeri. Suara takbir yang terlantun dengan indah menggetarkan dada setiap insan yang beriman. Idul fitri adalah hari kemenangan bagi yang lulus dalam ujian bernama ramadan. Semua orang bersuka cita. Saling bermaafan, saling bersilaturahim mengunjungi sanak saudara, teman dan tetangga dengan baju barunya. Menikmati aneka hidangan kue, dan air kaleng gas di meja. Seperti tiga belas tahun yang lalu ketika di Senangi.

Ad Placement

Review

Artikel

news