PERJALANAN MENGENANG DUA MURID SYEKH AHMAD KHATIB SAMBAS - INSPIRASI SYARIAH

Senin, 27 Juli 2015

PERJALANAN MENGENANG DUA MURID SYEKH AHMAD KHATIB SAMBAS

Di Makam Syekh Nuruddin Tekarang, Sambas
Di saat ziarah kubur dikatakan bid'ah oleh sebagian kelompok umat Islam yang mengatas namakan dirinya sebagai kaum Salafy Wahabi. Guru Kami, pengamal dzikir Tarekat Qoodiriyyah Naqsyabandiyyah justru menganjurkan agar sering-sering melakukan ziarah kubur. Ziarah kubur bagi kaum laki-laki, adalah bagian dari sunnah rasul yang bertujuan menebalkan iman, disamping itu kita bisa mengambil pelajaran (hikmah) dari orang yang kita ziarahi. lebih-lebih orang yang kita ziarahi adalah para auliya Allah. 

Hari itu kami melakukan ziarah kubur ke makam dua murid Syekh Ahmad Khatib Sambas. Syekh Nuruddin di Desa Tekarang Kecamatan Tekarang, dan Syekh Muhammad Saad yang makamnya di samping Masjid Bersejarah di Kecamatan Selakau. 

Nama Syekh Nuruddin dan Syekh Muhammad Saad banyak dikenal oleh ulama tasawuf di Indonesia, Malaysia, Brunei dan Singapura. lebih-lebih di kalangan pangamal tarekat Qodiriyyah Naqsyabandiyyah (TQN) Suryalaya. Kedua murid Syekh Ahmad Khatib Sambas tersebut disamping sebagai murid, juga sebagai khalifah tarekat Qoodiriyyah Naqsabandiyyah yang ditugaskan untuk berdakwah di tanah kelahiran sang guru. 

Saya merasa beruntung ziarah ke makam dua khalifah tersebut. Saya juga bisa lebih “aman” melihat kondisi Kabupaten Sambas pasca Kerusuhan Sosial di Tahun 1999.
Saya amati, Sepanjang perjalanan dari Kecamatan Selakan Selakau, Pemangkat, Tebas dan Tekarang hampir tidak terlihat geliat ekonomi baru. Tidak banyak gedung perkantoran maupun bangunan rumah penduduk yang tampak menonjol megah. 

Disamping itu, Hampir sepanjang jalan utama yang kami lalui rusak parah. Jalanan banyak berlubang-lubang (pothole). Apalagi di pusat kota Pemangkat, Banjir mengenenangi seluruh pusat kota dan pasar.
Jelas penyebab utamanya adalah buruknya sistem drainase. Selokan nya sempit, tertutup oleh sampah, dangkal dan tidak terawat.  Air hujan yang turun selama kurang dari satu jam, sudah membuat air menggenangi jalan.

Sahbilal Muhtadin, pemilik kendaraan yang kami tumpangi, menyetir mobil barunya dengan extra hati-hati melewati kubungan genangan air dan jalanan yang berlubang. Dia juga pemuda yang visioner. Sebelum berkunjung ke tekarang, dia sudah melakukan analisa lapangan dengan mencari informasi perjalanan. 

Hasil analisanya bermanfaat. Ketika hendak menyebrang dari Tebas Ke Tekarang,  Mobil rombongan yang kami tumpangi di parkir di dermaga penyebrangan kuala. Kami disuruh memilih naik kapal fery tanpa naik mobil karena sudah ada ikhwan yang dia hubungi untuk menjemput rombongan yang terdiri dari 27 orang. Melihat panjangnya antrian mobil yang akan naik ke kapal fery, Kami ikuti saja idenya Bilal. Lebih menghemat waktu. Karena kalau antri bisa nunggu sampai 3 jam lamanya. 


Di Penyebrangan kuala Tebas

Begitu turun dari Kapal Fery, sudah ada banyak orang yang menunggu kami diatas motornya. Saya dan Khadafi naik motor Jupiter, Tanjal tiga dengan Eko yang mengendarainya. Pemuda kelahiran Tekarang bertubuh kurus itu lihai sekali membawa motor, menghindar dari jalanan berlubang dan bebatuan.

Luar biasa daya "magnetnya" makam Syekh Nuruddin. Rombongan kami berdzikir dengan penuh khusyu' di makam sang khalifah. Ada yang menangis histeris, mengusap dan menciumi nisan beliau.  

Selesai berziarah, kami tidak langsung pulang. Kami solat ashar, dan khataman di Masjid Al-Falah Desa Tekarang. selepas membaca doa khataman, Ustad Awwab Ahmad Attamimi memberikan tausiyah kepada para jamaah. Beliau meluruskan biografi Syekh Nuruddin dan amalan tarekat Qoodiriyyah Naqsyabandiyyah sesuai dengan apa yang tertulis dalam kitab Fathul Arifin karangan Syekh Mursyid Ahmad Khatib Sambas. 

Pelurusan sejarah perlu dilakukan karena di makam syekh Nuruddin terdapat banner yang menjelaskan bahwa Syekh Nuruddin lahir di Tekarang dari silsilah Dato' Cane. 

"Menurut sejarah, Syekh Nuruddin ini dari Filipina, bukan kelahiran Tekarang. hal ini diperkuat dalam beberapa Kitab karangan Syeikh Mursyid Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin (Abah Anom). Terang Ustad Awwab. “Adapun Kitab Miftahus Shudur karangan Abah Anom, itu sumber rujukannya kitab Fathul Arifin. Jadi Amalan dzikir, khataman, tawassul dan Manakib yang kita amalkan itu persis dengan panduan amalan Tarekat Qoodiriyyah Naqsabandiyah dalam kitab Syekh Ahmad Khatib Sambas." Tambahnya.

Setelah tausiyah, acara dilanjutkan dengan jamuan makan oleh ikhwan di masjid Al-Falah Tekarang. Setelah itu kami diantar pulang ke penyebrangan. Kali ini, kami tidak menggunakan jasa kapal ferry. Rombongan memilih naik motor speed boat biar lebih cepat sampai ke peyebrangan Kuala Tebas. 

Melintasi Sungai Sambas menggunakan speed boat, saya jadi teringat teman saya, Syapiudin. Anggota Panwaslu Kabupaten Pontianak yang lahir di Desa Sempadian, sebuah desa yang berbatasan langsung dengan Tekarang. Dia pernah bercerita pada saya bahwa sebelum kerusuhan 99, dia bersekolah di Madrasah Aliyah Gerpemi Tebas. Dia sering naik speed boat menyeberangi sungai ini.
Sungai Sambas

Tepat pukul 19.50 Kami sampai di Selakau. Sudah tidak ada orang di dalam Masjid Bersejarah Sirajul Islam. Masjid yang dibangun oleh Syekh Muhammad Saad pada 12 Rabiul Awal tahun 1340 Hijriyah itu sudah sepi. Pintu sudah dikunci rapat. Kami langsung saja menuju makam Syekh Muhammad Saad, berdzikir dengan penuh khusyu’ nan khidmat.




Bagikan artikel ini

1 komentar

Berkomentar sesuai dengan topik, gunakan Name dan URL jika ingin meninggalkan jejak, link hidup dalam komentar dilarang, melanggar kami hapus