BUDAYA GHELENON PADA MASYARAKAT MADURA - INSPIRASI SYARIAH

Jumat, 02 Desember 2016

BUDAYA GHELENON PADA MASYARAKAT MADURA

BUDAYA GHELENON PADA MASYARAKAT MADURA
Oleh : Abdul Hamid, SE*)

"Ghelenon"
Ucap seorang pria paruh baya seraya membungkukkan badan nya. Pria tersebut melintas di depan rumah mertua saya. Saya pun menjawab dengan "nyatoreh".

Budaya ghelenon seperti ini sudah jarang saya temui di daerah perkotaan. Namun di Kampung-kampung seperti di daerah Pematang Rambai yang mayoritas penduduk nya orang Madura, budaya ghelenon masih di junjung tinggi dan dijadikan sebagai etika dalam interaksi sosial.

Ghelenon dalam istilah Madura berarti permisi atau numpang lewat. Kata ghelenon umumnya di ucapkan saat melintas atau melewati seseorang atau kumpulan orang yang sedang duduk-duduk terutama mereka yang lebih tua usianya. Tidak hanya mengucapkan kata "ghelenon", biasanya juga di iringi dengan membungkukkan badan sambil menjulurkan tangan ke depan.

Sikap ghelenon dimaksudkan sebagai penghormatan kepada orang lain yang mungkin saja akan terganggu akibat perbuatan kita meskipun kita tidak bermaksud demikian. Mereka yang mengerti tentang nilai luhur dalam budaya ghelenon ini biasanya juga akan langsung merespon dengan memberikan ruang seperti menarik kaki yang bisa saja akan menghalangi atau bahkan terinjak orang yang lewat, membalas senyuman, memberikan anggukan hingga memberikan jawaban “ya toreh" (bahasa Madura) atau dapat diartikan sebagai “iya tidak apa-apa” atau “silahkan lewat”.

Dengan melakukan hal tersebut, berarti seseorang itu meminta izin untuk lewat di depan orang yang akan dilewati tanpa mengurangi rasa hormat. Budaya Ghelenon dalam pergaulan sosial masyarakat Madura menjadi prasyarat terciptanya manusia yang memiliki Tengka.

Tengka atau tingkah laku dalam kehidupan orang Madura adalah perilaku yang dianggap benar dalam kehidupan bersosial. Baik bersosial dengan keluarga, teman, tetangga, maupun masyarakat sekitar pada umumnya. Jika dalam pergaulan masyarakat Madura di jumpai seseorang yang tidak menjunjung tengka, maka masyarakat madura akan mengecapnya sebagai orang yang tidak tahu tengka. Maka, apabila ada Seseorang yang lewat di depan orang yang sedang duduk-duduk tanpa mengucapkan kata ghelenon, biasanya akan menjadi bahan pergunjingan di lingkungannya.

Sekilas sikap ghelenon terlihat sepele, namun hal ini sangat penting dalam tata krama masyarakat Madura. Sikap ghelenon dapat memunculkan rasa keakraban meskipun sebelumnya tidak pernah bertemu atau tidak saling kenal.

Realita saat ini, budaya ghelenon perlahan-lahan telah luntur dalam masyarakat, khususnya pada kalangan anak-anak dan remaja di Perkotaan. Mereka tidak lagi memiliki sikap andhap ashor dalam dirinya. Entah karena orangtua mereka tidak mengajarkannya atau memang karena kontaminasi budaya luar yang menghilangkan budaya ghelenon ini. Mereka kurang menghargai orang yang lebih tua dari mereka. Mereka melewati tanpa permisi, bahkan kepada orang tua mereka sendiri. Padahal sopan santun itu jika digunakan akan menciptakan masyarakat yang berbudaya dan mempererat rasa persaudaraan diantara sesama.

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda

Berkomentar sesuai dengan topik, gunakan Name dan URL jika ingin meninggalkan jejak, link hidup dalam komentar dilarang, melanggar kami hapus