Ilustrasi |
Tabuhan
bedug di Mesjid Pondok Pesantren Al-Mujtahid menggemparkan
alam sunyi. Lantunan ayat-ayat suci
alqur’an terdenger dari corong masjid, kemudian disusul kumandang adzan subuh
yang memberi tanda kepada warga di
sekitar pesantren untuk memenuhi panggilan ilahi. Pondok pesantren yang
awalnya sunyi perlahan menjadi ramai oleh suara seretan sandal dan gemercik air kran. Satu persatu para santri duduk bershaf-shaf
menunggu iqomah sholat subuh.
Pagi ini seusai
sholat subuh berjamaah di Mesjid. Hoji bergegas masuk kedalam kamarnya dan
duduk membaca buku prediksi soal ujian SNMPTN. Salah satu ujian bagi siswa SMA
sederajat untuk masuk perguruan tinggi negeri. Sungguh ujian yang berat bagi
Hoji seorang lulusan pesantren yang
tidak belajar kurikulum SMA. Hoji hanyalah lulusan paket C -setara SMA. Walaupun hanya bermodalkan ijazah pake C,
Hoji tidak berkecil hati untuk ikut ujian SNMPTN tahun ini.
Sudah satu minggu Hoji mengikuti pesantren
kilat sukses masuk perguruan tinggi negeri nasional di Pesantren Al- Mujtahid,
Hoji belajar dengan penuh semangat. Ia duduk bersila dilantai kamarnya,
setumpuk buku pelajaran sma berceceran di depannya. Baru beberapa lembar saja
ia membaca buku, Hoji sudah menggaruk-garuk kepalanya sendiri sambil
mengernyitkan dahinya.
“udah lupakan
saja soal ujian SNMPTN, pagi ini kite main futsal di Lapangan pondok” ajak Herman teman sekamarnya.
“iye, kamu aja
yang main. Aku agi’ tak ade gairah untuk main futsal boy” balas Hoji.
“Serius gak kau
ni boy belajar, Kan sekarang masih pagi. Nanti jam 8.00 kite baru ade bimbingan
bahasa Inggris. mainlah dulu yuk? Banyak anak asrama putri yang nonton boy” goda
Herman
“maaf Her, waktu
kita hanya tinggal 7 hari lagi. Senin depan kite dah ujian SNMPTN.” Ujar Hoji
seakan tak peduli dengan godaan Herman. Herman pun berlalu meninggalkan Hoji
yang lagi serius belajar.
******
Fajar datang dengan sinarnya yang cerah. Setelah selesai mandi dan sarapan
pagi Hoji berjalan melewati lorong-lorong pondok menuju ruang kelas pesantren
kilat. Pagi ini para santri peserta pesantren kilat akan diberikan materi trik
menjawab soal bahasa Inggris oleh Ustad Amin, seorang guru lulusan Universitas
Turki. Pengalamanya belajar di Luar negeri membuat Ustad Amin memiliki banyak metode mudah dalam
mempelajari bahasa Inggris. Dulunya Ustad Amin adalah seorang santri salaf
dengan lulusan paket C. tapi dengan semangat belajarnya, suatu hari ia
mengikuti seleksi kuliah di Luar negeri
yang diadakan Kedutaan Turki di Indonesia. Ustad Amin berhasil lulus
ujian seleksi dan mendapat beasiswa belajar di Turki selama 4 tahun.
“assalamualaikum
ji” sapa Ustad Amin berdiri di depan kelas
“walaikum salam
Ustad” jawab Hoji
“Aku dengar
teman-teman mu, Hoji sekarang dah jarang agi’ ikut program olahraga pagi main futsal.” Tanya ustad Amin.
“iya ustad,
bukannya tak mau olahraga pagi. Tapi Hoji sekarang ingin fokus pada ujian
SNMPTN” terang Hoji.
“Ustad sich
ngerti, tapi apa itu tidak membuat Hoji jenuh belajar terus menerus? Apalagi
jadwal kegiatan pesantren kilat ini belajarnya dari pagi sampai malam. Mungkin
ada kalanya otakmu di istirahatkan dengan refreshing main futsal tiap pagi.”
Ujar Ustad Amin. Hoji hanya diam menggaruk-garuk kepalanya.
“iya ji, kamu butuh refresh otakmu. Aku liat
wajamu dah mulai pucat keseringan begadang baca buku terus” timpal Lukman,
teman sekelas nya.
Bel berbunyi,
para santri peserta pesantren kilat mulai memasuki ruang kelas.
*******
Hari ujian itu datang juga. Dengan berseragam
hitam putih Hoji duduk di kursi barisan paling depan Auditorium Universitas
Tanjung Pura Pontianak bersama ribuan pelajar lain dari segala penjuru
Kalimantan Barat. Dengan mengucap basmalah, Hoji mulai membuka lembar demi
lembar pertanyaan yang terletak di depannya. Lembar demi lembar Hoji membolak
balikkan soal ujiannya. Keningnya berkerut, butiran keringat dingin mulai merambat
turun dari kening dan punggungnya. Bermodal senjata pensil 2B Hoji menaklukkan
100 soal dengan waktu 120 menit.
Setelah ujian selesai, hoji menghampiri teman-
teman pesantren kilat di taman Sylva Untan.
“gimana Ji, dengan soal- soal tadi? Kamu optimis
lulus ke?” Tanya Herman diantara sekumpulan mereka.
“Insya Allah. Yang penting aku sudah berusaha.
Sudah ku sempurnakan kerja keras ku dengan doa. Karena inilah impian terbesarku
saat ini. Menjadi mahasiswa pertanian. Dan lulus untuk mengabdi di desa Madani,
tempatku bertahan hidup.” Ujar Hoji optimis.
“aku berdoa semoga Hoji bisa lulus, apalagi
jurusan pertanian tidak begitu banyak peminatnya saat ini.” Ucap Herman.
“Iya harapanku juga begitu. Aku akan meraih mimpiku.
Petani yang berilmu.” Balas Hoji.
*****
Fajar datang dengan sinarnya yang redup. Hari ini
adalah pengumuman hasil ujian SNMPTN. Selepas sholat subuh Hoji berjalan kaki
ke persimpangan Pondok Pesantren Al-
Mujtahid, tempat diamana ada orang berjualan koran. Selain di umumkan di
Papan pengumuman kampus Universitas Tanjung Pura, hasil SNMPTN juga di muat di
koran- koran lokal. Hoji membentangkan koran lebar- lebar di tanah di tepi
jalan. Tangan Hoji meng eja satu- satu nomer peserta ujian dengan gugup.
Sementara matanya terus menelusuri angka demi angka. Satu baris, dua baris,
tiga baris dilaluinya, tapi tak ada nomer yang sama dengan nomer ujian nya.
Hoji merogoh kartu ujian yang ia simpan di kantong celana untuk memastikan
kembali nomer ujian. Hasilnya pun tetap tidak ada nomernya yang tercantum dalam
daftar pengumuman di Koran hari ini. Pikirannya mulai tidak tenang. Detak jantungnya berdegup kencang hatinyapun
mulai penasaran, Hoji seakan tidak yakin dengan pengumuman di koran.
Dengan menumpang minibus jurusan Pontianak Kota,
Hoji bergegas menuju Kampus Untan. Hoji ingin melihat dari papan pengumuman
yang ada didepan Rektorat Untan. Ratusan orang berkerumun berdesak- desakan
dari satu papan ke papan yang lain. Hoji pun maju kedepan mengecek daftar nomer
ujiannya. Kakinya menjinjit, seraya memanjangkan lehernya. Tapi tetap nomernya
tidak tercantum. Hoji menundukkan kepala diam dan keluar dari kerumunan.
“Gimana ji, kamu di terima ke?” tanya Lukman yang
juga keluar dari kerumunan.
“Nomerku gak ada man.” Jawabnya pendek. Raut
mukanya berubah menjadi sedih
“Sabar ya ji, tadi aku juga sudah mengecek nomer
ujian mu. Sepertinya kamu tidak lulus.” Ujar Herman yang datang menghampiri
mereka berdua seraya mengelus pundak Hoji.
“iya Her, sudah aku cek. Tapi tak ade nomerku. Aku
gak lulus. Selamat ya kalian berdua bisa lulus ” Ujar Hoji
“Sudahlah Ji, gak usah terlalu sedih. Toh, kamu bisa
kuliah di Universitas Swasta. Disana kamu pasti dierima. Apalagi untuk jurusan
Pertanian di Universitas Swasta relatif lebih sedikit peminatnya.” Ucap Lukman
mencoba menenangkan hatinya.
“Uangku tidak cukup untuk membayar dana
pembangunan kalau aku kuliah di Universitas Swasta. Harapanku bise kuliah tahun
ini kalau aku bise di terima di kampus negeri.” Ujar Hoji
“Jadi, ape rencanamu kedepan?” tanya Lukman
“Aku akan pulang ke desaku, Madani. Membantu orang
tuaku bertani. Barangkali waktu satu tahun bisa aku gunakan untuk mengumpulkan
uang. Tahun depan aku akan kembali mengikuti ujian SNMPTN lagi. Mengerjar
Impianku yang tertuda.” Ujar Hoji.
Beberapa saat hanya hening diantara mereka. Mereka
bertiga kemudian berangkulan. Lukman dan herman tidak bisa menahan air matanya,
mereka memeluk Hoji dengan erat.
Bus warna merah jurusan desa Madani membawa Hoji
meninggalkan kedua sahabatnya. Putaran roda bus mengantarkan Hoji kembali ke
desa Madani, kampung halaman bagi orang- orang yang terusir akibat musibah
sosial pada peristiwa Konflik Sosial tahun 99.
Pontianak, Mei 2011
Source : Gambar di ambil dari.www.englisland.com